Penanjakan Dan Selfie Yang Tak Pernah Punah

Penanjakan Dan Selfie Yang Tak Pernah Punah


Setelah sebuah impian ke Penanjakan terkabul, yakni ke sana naik motor dibonceng cewek heee…. Akhirnya kemarin bisa menginjak gunung Penanjakan lagi bersama sang kekasih hati. Kali ini sengaja naik mobil dan sewa hartop, hemat tenaga meski boros uang, tetapi jika ditanggung bersama banyak orang masih ringanlah hee..

Alkisah kami kesiangan sampai di Penanjakan I, matahari sudah keburu terbit, ditambah lagi saat itu pengunjung seabrek. Parkiran hartop pun mengular, jadilah parkiran kami jauh, dan resikonya kami harus berjalan jauh untuk mencapai puncak penanjakan. Orang-orang sudah mulai turun, kami malah naik haaa… tak masyalah sudah terlanjur sampai Penanjakan oey…

Inilah persamaan kunjungan pertama dan kedua, aku sama-sama tak lihat sun rise. kalau kunjungan pertama, kami datang ketika masih gelap, bahkan kami sempat mendirikan tenda di puncak, tetapi kabut memeluk erat sang surya. Sedangkan pada kunjungan kedua kemarin, kami memang terlambat datang, meski begitu kami dengan semangat ‘45 manaiki tangga demi tangga, berharap masih ada sesuatu yang tersisa untuk kami nikmati. Sampai di gerbang selamat datang, diri ini terhenyak, lautan manusia memadati tempat itu. Ternyata walaupun tadi sudah banyak yang turun, masih banyak pengunjung yang enggan beranjak. Padahal aku tadi berharap, tempat sudah sepi*ngarep Penanjakan serasa milik berdua :P


. Okelah,  hal itu tak menyurutkan niat kami untuk tetap masuk ke area puncak, kami mencoba menyusup di antara lautan manusia. Alhamdulillah, perlahan kabut mulai menyingkap sebuah keindahan yang ada di dalamnya. Dari atas terlihat gunung bromo yang tak lelah mengeluarkan asap pekat, gunung batok, gunung widodaren. subhanallah indah. Hanya 5 menit saja, kami bisa memandanginya, kemudian kabut seakan tak rela, hingga dia mulai menghalangi pandangan kami untuk memandangi gunung-gunung itu. Meski kabut, para pengunjung tak juga beranjak, mereka sibuk berselfie ria, setiap sudut dari tempat itu seakan tak bisa untuk dilewatkan, para remaja, pemuda, pasangan muda mudi, pengantin baru, bapak-bapak, ibu-ibu bahkan para bapak dan ibu yang sudah mulai senja. Ada sebagian yang bahkan tak mepedulikan kesematannya, demi mendapatkan spot bagus. Mereka rela naik pagar, turun dari area untuk bisa naik-naik di pohon-pohon, ..terkadang terbesit dalam diri, demi apa mereka lakukan itu semua, demi pujian kerenkan, atau kepuasan diri semata untuk bisa diunggah di media social. ah abaikan prasangka itu, Penanjakan dan selfie yang tak pernah punah mungkin bisalah.


Di area itu juga terdapat beberapa orang yang menjual bunga edelweiss atau bunga keabadian mereka menjulukinya. Indah memang apalagi mereka tak monoton menatanya dengan satu warna, mereka mengkombinasinya dengan warna lain, bahkan membentuknya ala boneka panda. jadi tempat ini menjadi kunjungan wajib jika berkunjung ke Penanjakan. Jangan lupa jika naik motor siapkan stamina yang prima tak hanya badan, tetapi juga kendaraannya.









Monumen Bambu Runcing; Simbol Kepahlawanan Arek-Arek Surabaya

Monumen Bambu Runcing; Simbol Kepahlawanan Arek-Arek Surabaya



Kalau sedang berkunjung ke Surabaya, jangan lupa berkunjung ke monumen Bambu Runcing ini. kalau kita  ke plaza Surabaya atau ke tunjungan Plaza dan perjalanan mau pulang pasti akan melewati tempat ini. Monumen Bambu Runcing ini terletak di jalan Sudirman, tepatnya di jantung kota Surabaya. Untuk mencapai tempat ini pun sangat mudah, dari terminal Bungurasih, lalu naik taksi dan turun di tempat ini, atau kita bisa naik bus kota jurusan Jembatan Merah Plaza/ JMP, sampai di JMP tidak usah turun,  sampai  kita bisa langsung turun di monumen ini.

Monumen Bambu Runcing ini merupakan simbol kepahlawanan arek-arek Surabaya dalam berjuang melawan sekutu pada tanggal 10 Nopember 1945. Pertempuran yang lebih dasyat  dari pertempuran Normandia 1944 dipimpin oleh hitler melawan sekutu ini terjadi selama tiga minggu. Dalam pertempuran ini arek-arek Suroboyo menggunakan Bambu Runcing untuk melawan sekutu. Meski persenjataan sekutu cukup canggih, dibanding Bambu Runcing, tetapi semangat membara arek-arek Surabaya terbukti mampu mengalahkan musuh meski memakan banyak korban sekitar 160 ribu orang.




Monumen yang dikelilingi taman hijau di sekitarnya itu terbuat dari beton. Ada 5 Bambu Runcing, dengan ukuran ketinggian yang berbeda-beda. Dalam waktu-waktu tertentu dari atas monumen Bambu Runcing ini akan memancarkan air. Pada hari minggu atau hari libur tempat ini biasanya ramai, ada orang jogging, dan pada malam hari biasanya ada anak-anak muda yang berkumpul.